Kamis, 13 Agustus 2015

Peran Perangkat Digital oleh Angus Mckenzie Marshall (5 Roles) dalam Menganalisis Sebuah Kasus



Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Telah kita ketahui bahwa peran teknologi saat ini sangat besar dalam membantu aktivitas kita sehari-hari, namun jangan salah dengan banyaknya manfaat yang disediahkan oleh teknologi itu sehingga tidak jarang orang memanfaatkan teknologi sebagai alat untuk melakukan tindak kejahatan. Peran teknologi itu sendiri bisa penulis ibaratkan sebuah silet yang memiliki 2 sisi yang sangat tajam dalam artian bahwa jika anda menggunakan teknologi tersebut ke arah yang baik maka teknologi tersebut akan berperan baik namun jika anda menggunakan teknologi menjadi alat untuk melakukan kejahatan maka hasilnyapun akan merugikan orang lain dan diri sendiri, contoh anda menggunakan Laptop untuk membantu anda dalam menyelesaikan tugas-tugas kampus anda sehingga dapat terselesaikan efektif dan efisien, sebaliknya jika anda menggunakan Laptop dan melakukan penyadapan terdapat account facebook seseorang kemudian anda mengirim gambar atau video yang berbau pornografi dengan tujuan mencemarkan nama baiknya maka tentu saja hal tersebut akan merugikan si pemilik account facebook dan tentunya anda juga tidak akan terlepas dari hukuman atas kejahatan anda sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

The Role Played By Digital Devices

Berikut ini adalah lima (5) Peran yang dimainkan oleh perangkat digital (the role played by digital devices) yang dikemukakan oleh Angus McKenzie Marshall dalam bukunya yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2008 dengan judul “Digital Forensics: Digital Evidence in Criminal Investigations” adalah sebagai berikut:

1.    Witness (Saksi)

Secara umum, saksi adalah pengamat pasif kegiatan yang tidak memiliki kontak langsung dengan kejadian, tetapi mungkin dapat menggambarkan aktivitas, kondisi lingkungan dan kejadian dengan berbagai tingkat detail.

Pengertian dari digital witness (saksi digital) adalah sebuah sistem yang secara langsung mengamati suatu kejadian yang berhubungan dengan insiden yang sedang diselidiki. Contohnya saat sebuah Closed Circuit Television (CCTV) pada perangkat jaringan yang merekam aktivitas lalulintas data (traffic) pada sebuah kejadian kemudian menyimpannyanya ke hard disk.

Namun tidak semua witness adalah murni witness. Beberapa witness mungkin memiliki beberapa keterlibatan dalam kasus yang terjadi.

2.    Tool (Alat)

Tool yang dimaksud dalam konteks ini merupakan sesuatu yang membuat aktivitas menjadi lebih mudah, tapi tidak begitu penting. Tool yang dimaksud bisa berupa sebuah software, perangkat individu (device) atau perangkat jaringan yang lengkap.

3.    Accomplice (Kaki Tangan)

Accomplice atau kaki tangan adalah bagian yang sangat penting dalam keberhasilan suatu kegiatan/aktivitas. Tanpa accomplice, maka hampir tidak mungkin untuk melaksanakan sebuah kegiatan/aktivitas. Dalam dunia manusia, kaki tangan biasanya dianggap menjadi bagian yang utama dalam kejahatan, tetapi manusia dapat dipaksa dengan beberapa cara misalnya ancaman, suap, dan lain-lain.

Walau bagaimanapun Sistem digital tidak memiliki konsepsi yang menentukan benar atau salah sebuah aktivitas serta tidak memiliki pemahaman atas hukum yang berlaku. Accomplice yang dimaksud merupakan sistem digital yang memiliki kontak langsung dengan pelaku pada saat kejadian. Peran Accomplice terjadi karena kurangnya keamanan desain atau konfigurasi dalam sebuah sistem yang akan di serang oleh pelaku. Pelaku dapat mengeksploitasi kekurangan tersebut baik secara langsung maupun dengan menanamkan malware (virus, Trojan Horses dll) atau melakukan pemaksaan.

4.    Victim (Korban)

Korban yang dimaksud memiliki arti seperti biasanya, adapun korban tersebut adalah target serangan.

Namun dalam konteks sistem digital, sangat jarang untuk menemukan bahwa sistem tersebut adalah target yang utama. Secara umum, serangan terhadap sistem digital biasanya digunakan sebagai alat untuk menyerang sebuah kelompok organisasi atau individu yang terkait dengan sistem tersebut. Dengan demikian dalam mengevaluasi sistem yang diusulkan bahwa perangkat tersebut terdapat pada sebuah kelompok organisasi atau individu maka harus diteliti terlebih dahulu.

Dalam prakteknya, sistem yang tidak berada pada salah satu kategori korban harus diteliti dengan seksama untuk mengetahui apakah itu merupakan sebuah rekayasa atau termasuk dalam kaki tangan/komlotan pelaku.

5.    Guardian (Pelindung)

Pelindung dalam konteks ini merupakan kegiatan rutin dari teori kriminologi (yang mengatakan bahwa kejahatan hanya bisa terjadi ketika seorang penyerang termotivasi dan korban yang cocok dibawa bersama-sama tanpa memiliki pelindung yang tepat) memiliki beberapa persamaan dalam dunia digital. Guardian dalam konteks digital device dikatakan dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap sistem yang akan diserang.

Berikut ini adalah salah satu kasus yang menggunakan digital device serta bagaimana menganalisa kasus tersebut berdasarkan lima (5) aturan dalam perangkat digital yang telah dijelaskan diatas :

Kronologi Kasus

 

Polri Gulung Sindikat Malaysia Pembobol ATM

6 Orang Warga Negara Malaysia Tersangka Pencurian Uang (Skimmer)
Nasabah Bank BCA
*       
Jakarta - Subdit Cyber Crime Direktorat Ekonomi Khusus (Eksus) menggulung sindikat warga Malaysia pembobol dana milik nasabah BCA dengan modus penggandaan kartu ATM alias skimmer.

Enam orang itu berhasil membobol dana milik 112 nasabah BCA dengan kerugian Rp 1,243 miliar.

"Pengungkapan kasus ini hasil kerja sama dengan Direktorat Imigrasi dan kecepatan laporan perbankan. Pada 25 Februari pihak BCA memberikan informasi kekita tentang pengambilan dana secara ilegal (di ATM BCA di) Bandung, Jakarta, Medan, dan Batam," kata Direktur Eksus Brigjen Arief Sulistyanto di Mabes Polri Senin (3/3).

Segera setelah mendapat laporan itu, masih kata Arief, penyidik langsung bergerak menyisir 112 korban yang rekeningnya dibobol itu. Para korban ternyata diketahui pernah menggunakan kartu ATM mereka untuk menarik uang di ATM di RS Pondok Indah, RS Pantai Indah Kapuk, RS Husada--ketiganya di Jakarta--, dan RS Boromeus di Bandung.

"Kita buka rekaman CCTV di ATM-ATM tersebut. Di sana terlihat, pelaku memang memasang alat skimmer dan kamera di ATM itu. Meski kita sudah tahu wajah pelaku, tetapi kita tidak tahu namanya," sambung Arief.

Skimmer itu dipasang di mulut mesin ATM sehingga setiap kartu yang dimasukan, secara otomatis, data di magnetic strip itu akan ter-copy. Sementara kamera yang ditaruh di atas mesin ATM berfungsi untuk merekam PIN nasabah. Mesin skimmer dan kamera itu dipasang hanya sekitar dua jam oleh para pelaku lalu kemudian dilepas kembali. "Jadi, dengan modal data yang direkam di skimmer itu, pelaku lalu membuat kartu ATM baru. Kartu baru ini lalu digunakan dan dengan PIN yang sudah didapat tadi, pelaku bisa membobol rekening nasabah. Sederhana sekali," tambahnya.

Dengan kartu ATM "palsu" itulah pelaku menarik dana di ATM BCA di Medan, Sumatera Utara. Penarikan itu dilakukan pada tanggal 21 - 22 Februari. "Penyidik lalu bergerak ke Medan dan membuka CCTV tempat pelaku membobol rekening milik korban. Dari CCTV itu diketahui mereka menginap di hotel dan mereka adalah warga Malaysia. Jumlahnya 21 orang terdiri dari 18 laki, 2 perempuan, dan 1 anak," beber Arief.

Karena orang asing, polisi lalu bekerjasama dengan Ditjen Imigrasi yang lalu menyebarkan informasi soal para pelaku yang kemudian ternyata muncul di Pelabuhan Ferry Batam Center pada Jumat, 28 Februari. Ada enam orang pelaku yang saat itu muncul. Mereka berniat menyebrang ke Singapura lanjut Johor Baru.

"Alhamdullilah ke enam orang itu akhirnya berhasil ditangkap di Batam. Sisanya masih kita kejar karena identitasnya sudah kita ketahui," lanjut Arief. Mereka adalah Khor Chee Sean (26), Saw Hong Woo (27), Theo Chen Peng (24), Lee Chee Kheng (31), Ong Lung Win (24), dan Ooi Choo Aun (42). Dari tangan mereka disita barang bukti US$ 6000, Sing$ 63.000, Rp 26 juta, dan 600 bath. Mata uang asing itu hasil penukaran dari rupiah yang mereka curi. Total mata asing itu setelah dikurskan adalah Rp 726 juta. Juga ada HP, simcard, iPad, laptop, kartu ATM, dan paspor. Pelaku dikenakan pasal pencurian uang, UU ITE, dan UU pencucian uang. (Farouk Arnaz/NAD)


Sumber Kasus

Kasus tersebut bersumber dari :
http://www.beritasatu.com/nasional/169119-polri-gulung-sindikat-malaysia-pembobol-atm.html

Bukti Digital yang Ditemukan

Adapun bukti digital yang ditemukan dalam kasus tersebut adalah :
1.    Skimmer yang dipasang di mulut mesin ATM-ATM yang menjadi sasaran tersangka
2.    Kamera yang dipasang bersamaan dengan skimmer.
3.    Rekaman CCTV yang berada pada setiap ATM-ATM yang menjadi sasaran tersangka.
4.    HandPhone.
5.    Simcard,
6.    iPad,
7.    Laptop
8.    Kartu ATM

Asumsi Kasusnya

Adanya laporan dari pihak bank BCA yang memberikan informasi kepada pihak Kepolisian bahwa terjadi proses transaksi pengambilan dana secara ilegal dan diperkuat dengan hasil dari rekaman kamera CCTV yang terdapat disetiap ATM – ATM yang dijadikan sasaran oleh tersangka pada tanggal 25 Februari 2014.
Modus operandi yang dilakukan tersangka adalah penggandaan kartu ATM dengan menggunakan skimmer.

Peran Digital Devices berdasarkan Kasus

1.         Witness (Saksi)
Yang menjadi saksi dalam hal ini adalah rekaman kamera CCTV  yang menangkap aktivitas  pelaku dalam menjalankan aksinya.

2.         Tool (Alat)
Alat yang digunakan pelaku dalam menjalankan aksinya adalah
a.       Skimmer sebuah tool yang digunakan untuk merekam atau meng-copy semua data di magnetic strip yang berada pada ATM korban.
b.         Kamera, untuk merekam nasabah ketika memasukan PIN ATM yang dimilikinya.
c.          Kartu ATM palsu yang digunakan untuk menarik dana di ATM.
d.        Laptop, alat yang berperan dalam proses mendesain dan membuat ATM palsu.
e.   Handphone, simcard, dan iPad, merupakan alat tambahan yang digunakan para pelaku agar bisa saling berkomunikasi.

3.         Accomplice (Kaki Tangan)
Yang menjadi kaki tangan/komplotan pada kasus ini adalah semua alat yang digunakan pelaku dalam menjalankan aksinya yaitu skimmer, kamera, handphone, simcard, iPad, kartu ATM,  dan Laptop.

4.         Victim (Korban)
Yang menjadi korban dalam kasus ini adalah kartu ATM yang dimiliki oleh nasabah bank BCA.

5.         Guardian (Pelindung)
Pelindung yang digunakan adalah skimmer dan kamera, karena kedua alat tersebut sehingga pelaku merasa memiliki kesempatan dalam melakukan aksinya yang tidak diketahui oleh korban baik oleh sistem device maupun pribadi yang memiliki kartu ATM tersebut.


Sumber

Digital Forensics: Digital Evidence in Criminal Investigations (halaman 13 – 15).